Kaleidoskop Akhir Desember 2008 (Tangis Gaza)

28 Desember 2008. Di sebuah pagi ponselku berdering. Seorang teman menelpon dan bertanya tentang sesuatu hal yang menyangkut kuliah kami. Aku menjawab bahwa segala sesuatunya mungkin akan diinfokan setelah tahun baru. Kemudian dia berkata, “Bukankah besok tahun baru?”
“Bukan, besok baru tanggal 29,” sahutku.
“Ya tahun baru,” katanya.
“Belum. Gimana sih, Kak? Tahun baru kan tanggal 1, hari Kamis nanti,” bantahku.
“Coba kamu lihat kalender dulu. Sudah ya,” katanya lagi sebelum menutup teleponnya.

Aku bergegas melihat kalender. Angka 29 di bulan Desember tahun ini berwarna merah. Lalu kulihat keterangannya. Di situ tertulis : Tahun Baru Hijriyah (1 Muharram 1430 H). Astaghfirullah, aku benar-benar tidak perhatian. Malu aku. Keterlaluan memang sebagai seorang muslim tidak tahu bahwa besok Tahun Baru Islam. Benar-benar keterlaluan diriku ini.

Hari itu, sore harinya aku menonton berita di televisi. Di salah satu tayangan berita, tiba-tiba hatiku sesak. Rahangku mengembung-ngembung kecil. Hatiku marah. Sebuah negara sedang memulai kesewenang-wenangannya. Jalur Gaza dilontari Israel dengan roket dan bom dari udara. Ratusan warga sipil Palestina tewas. Ah, Tahun baru Hijriyah yang kelam bagi saudara-saudaraku di Gaza.

Malamnya segelintir umat Islam merayakan Tahun Baru Hijriyah. Pada umumnya mereka menyelenggarakan sebuah kegiatan di mesjid-mesjid. Namun ada beberapa remaja-remaja yang beragama Islam melewatkan malam itu dengan sekedar kongkow di atas Jembatan Ampera, atau di beberapa titik lain di kota ku. Berbeda dengan yang kulihat di televisi. Remaja-remaja Palestina yang berlarian karena maut mengincar dari udara.

29 Desember 2008. Hari pertama Tahun Hijriyah dilewatkan dengan sesuatu yang biasa-biasa saja di kota ku. Hari libur yang lengang hingga pukul 08.00. Namun kota perlahan ramai kembali setelah itu. Kota ku tetap aman. Tidak seperti di Gaza.

Pesawat tempur Israel kian gencar membombardir kepala-kepala Palestina. Korban bertambah. 300 lebih nyawa telah melayang. Hatiku bertambah marah. Namun apa yang bisa kuperbuat? Aku tak punya kekuasaan dan kekuatan sebesar Amerika Serikat yang dapat menghentikan ‘bulldog’ miliknya itu. Aku cuma punya doa untuk saudara-saudaraku di Gaza.

30 Desember 2008. Aku tertawa-tawa menyaksikan tayangan Tawa Sutra. Budi Anduk, Arie Untung, dan Ade Namnung sukses mengocok perutku malam itu. Aku benar-benar terhibur dengan acara itu. Namun gelak tawaku serta merta lenyap ketika aku menyaksikan sekilas info di sebuah stasiun televisi.

Pembantaian terus berlangsung di tanah Gaza korban hampir mencapai 400 jiwa. Hatiku kian mengelam. Bagaimana aku bisa tertawa riang tergelak-gelak, ketika saudara-saudaraku dihajar habis-habisan dari udara oleh Israel? Dibunuh semena-mena. Salah satu gambar dalam tayangan itu adalah jenazah anak kecil yang sedang di gendong oleh seorang lelaki yang menangis.

31 Desember 2008. Para pedagang terompet Tahun Baru mulai terlihat dipinggir-pinggir jalan kota. Di kampung ku sendiri sesekali bunyi terompet itu terdengar ditiup-tiup oleh anak-anak kecil. Tak ketinggalan pedagang-pedagang petasan dan kembang api pun sudah bertebaran di pasar-pasar. Orang-orang mulai sibuk bertanya-tanya mau kemana acara malam tahun baru ini, mau masak makanan apa, apa acara kita malam ini. Tampaknya semua orang bersuka cita hendak menyambut pergantian tahun Masehi itui.

Sore harinya aku masih menyempatkan diri menonton berita di televisi. Gaza masih membara. Bangunan-bangunan telah hancur luluh-lantak di hajar bom-bom Israel. Israel sebentar lagi akan mencapai angka 400 korban jiwa akibat serangan udaranya. Hatiku menjadi tak karuan setiap memantau berita ini. Hatiku kini mulai menangis. Yah, memalukan memang, tapi hati ku baru saat itu bisa menangis. Sebelumnya hatiku hanya marah, marah dan marah. Tapi kali ini menangis.

Pukul 00.00 WIB. 2008 mengucapkan perpisahan dengan 2009. Langit di kota ku dihiasi kerlap-kerlip percikan kembang api. Bunyi-bunyi ledakannya terdengar bervariasi di udara. Ada yang besar, ada yang terdengar kecil. Ada kembang api yang sebelum meledak di udara terlebih dahulu menimbulkan suara lesatan panjang seperti suara tembakan roket. Melesat dari tanah, meledak di udara mengeluarkan bunga api yang indah dan membuat orang gembira. Suara-suara di langit begitu gaduh oleh petasan dan kembang api. Belum lagi bunyi terompet yang bersahut-sahutan.

Aku dan kedua temanku duduk bersama di ruang tamu rumahku. Kami semua hanya terdiam mendengarkan paduan suara yang betul-betul gaduh oleh luapan kegembiraan. Percuma berbincang-bincang, suara kami tertelan gempita Tahun 2009. Kami hanya duduk dan saling pandang sambil tersenyum. Tak ada resolusi khusus di tahun ini bagi kami.

Suara kembang api yang menimbulkan bunyi seperti tembakan roket kembali terdengar. Melesat dari tanah, meledak di udara. Orang yang membakarnya pertama kali pasti tertawa senang. Seluruh bunyi di udara begitu gempita oleh ledakan. Pikiranku terbang jauh. Jauh menuju tanah yang seumur hidupnya hanya berhias konflik.

Di kota ku langit meledak-ledak. Kembang api terbang dari tanah, meledak di udara. Semua orang tertawa. Sementara di Gaza, bom terbang dari udara, meledak di tanah. Meledak di atas bangunan. Meledak di atas kepala-kepala lelaki. Meledak di atas tubuh-tubuh wanita. Meledak di atas tubuh mungil anak-anak dan bayi. Semua orang menangis. Air mata Palestina membanjiri gaza. Melebur bersama genangan darah. 
Please stop for the sake of humanity!

Komentar

  1. Tahun baru berarti semakin tua umur dunia ini, dalam kondisi yang makin rentah itu penduduk bumi semakin padat sehingga terjadi berbagai usaha perebutan kekuasaan. Kita hanya dapat berdoa semoga hal itu cepat selesai, dan seharusnya kita juga bersyukur karena negeri kita hingga sekarang masih aman.
    Mengapa Aku Dilahirkan Sebagai Orang Indonesia? jawabnya yah mungkin karena Yang Kuasa sayang padaku, menjauhkan aku dari konflik-konflik yang diderita sebagian negara seperti layaknya Palestina.

    BalasHapus
  2. Kemarahan itu bukan cuma pada kekejian Israel, tapi juga kemarahan karena merasa tak bisa berbuat apa-apa.

    Pernah nggak sih kepikiran menjadi Superman, Hulk, X-Men; pokoknya jadi manusia super yang bisa meninju pesawat tempur, melempar balik rudal, dan menendang tank.

    Tapi, saya cuma orang biasa yang hanya bisa marah, mengutuk, dan menangis melihat jenazah anak-anak palestina berwajah pucat tanpa darah.

    Tuhan Maha Adil..Tuhan Maha Adil..sejauh ini, hanya itu yang bisa saya gumamkan dalam hati yang sedang mendidih.

    BalasHapus
  3. waktu, hari, bulan bahkan masa yang berjalan, tetaplah sama. satu menit tetap 60 detik, satu hari tetap 24jam.
    namun, yang menjadikannya berarti adalah tindakan.
    yang menjadikannya Indah/tidak adalah prilaku.
    waktu tetaplah sama sejak awal bumi diciptakan.

    Cerita ini sentilan bagus buat kaum muda yang lupa akan makna hidup...

    sayang, menurut saya tulisan ini hanya disukai orang2 yang berpikir...

    sebab tidak menyentuh wilayah yang seharusnya membutuhkannya, yaitu kawula muda.
    dengan sedikit romance dan intrik cukuplah untuk menarik mereka.

    BalasHapus
  4. Oke, Bung Uja.. Tar lain kali ada satu tulisan yang seperti Anda maksud. Segera tayang. hehe.. thanks,Bro..

    BalasHapus

Posting Komentar